Senin, 21 Januari 2013

MIOMA UTERI



2.2.1        Pengertian mioma uteri
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005).
Leiomyoma atau mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas, disebut juga fobroid, mioma, fibroma, dan fibromioma (Pierce, 2005).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroit (Mansjoer, 2002).

2.2.2        Etiologi
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1.    Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a.    Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b.    Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c.    Miomauteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d.    Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2.    Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a.    Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b.    Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2004).
c.    Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
d.    Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
e.    Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
f.      Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
g.    Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et al., 2008 ). Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak (Swine, 2009). Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil atau melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus (Guyton, 2001).
h.    Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

2.2.3        Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1.    Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
2.    Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3.    Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4.    Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut mondering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

2.2.4        Gejala Mioma Uteri
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1.    Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.
2.    Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3.    Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan, 2006).


4.    Pressure Effects ( Efek Tekanan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
5.    Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).




2.2.5        Perubahan sekunder mioma uteri
Menurut (Joedosapoetra, 2005) perubahan sekunder mioma uteri sebagai berikut :
1.        Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.
2.        Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan serabut otot menhilang. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3.        Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4.        Degenerasi Membatu ( Calsireus Degeneration )
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

5.        Degenerasi Merah
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: Diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskulerisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran yangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.        Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan dengan pengecatan khusus untuk lemak.

2.2.6   Diagnosis mioma uteri
1.        Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan kontak (Hart, 2000).

2.        Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
3.        Pemeriksaan penunjang
Menurut (Goodwin, 2009) pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis mioma uteri diantaranya :
a.    Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.
b.    Imaging
Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesran uterus. Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
c.    MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.

2.2.7        Penatalaksanaan mioma uteri
1.    Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
2.    Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine (Verala, 2003). Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia padasaat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).
a.    GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian GnRHa.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah:
1)   Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
2)   Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3)   Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
4)   Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5)   Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
6)   Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.
b.    Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.
c.    Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-reduktase pada miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen.
d.    Gestrinon
Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97 wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36) menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon pervaginam  3x seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma uteri.
e.         Tamoksifen
Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun antiestrogenik, dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.
f.          Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi kolesterol. Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat selama pemberian terapi.
g.         Antiprostaglandin
Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia idiopatik.


3.    Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.
a.    Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
b.    Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat (Swine, 2009). Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat.23 Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri uterina. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi adalah 85-90%.
4.    Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.
5.    Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular.
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
Sejumlah molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses proliferasi sel endotel dan menghambat angiogenesis. TGF-ß dan sekresi reseptor bFGF berada di uterus dan menghambat proses ini. Selain itu fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin, thrombospondin-I, platelet faktor 4, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMPs 1,2 dan 3), interferon  dan placentalproliferin-related protein secara negatif mengatur angiogenesis dan dapat dieksploitasi terapi.
Agen farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun obat-obatan yang dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau menurunkan bentuk aktifnya, atau berikatan dengan reseptornya, juga bermanfaat. Stimulasi angiogenesis yang merupakan target antagonis potensial, termasuk TGF-ß, bFGF, VEGF dan PDGF.
Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke dalam sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat menghasilkan meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang terprogram. Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen untuk menggantikan produk gen yang abnormal atau hilang. Walaupun transfer gen dapat dilakukan dilakukan dengan efikasi yang sama pada sel somatik dan sel germ, terapi ditargetkan semata-mata pada sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara langsung, atau perbaikan sel-sel yang mengalami kelainan.
Tekhnologi DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk memungkinkan terapi gen. Ketika lokasi gen yang sama dikenali, terdapat empat langkah dasar dimana segmen DNA dikloning, digestion, ligation, transformation, dan selection.
Pada langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan fragmen atau gen yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah kelas enzim yang disebut restriction endonucleases, yang memecah rentetan DNA dengan tepat. Setelah segmen DNA yang diinginkan didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk membantu vector recombinant, yang mana di sini berperanan enzim kelas dua yang disebut DNA ligases. Pada akhir langkah kedua ini, “gene” yang diminati bergabung ke dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada dua tipe vektor yang sering digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral. Plasmid DNA mudah tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang penting sebagai ekspresi mamalia, termasuk promoter, enhancer sequences dan transcipt processing signals. Vektor viral termasuk sinyal yang menjamin recombinant viral genome bergabung dalam progeny viral particles. Langkah ketiga, transformasi terjadi dimana vektor dipindahkan dari test tube ke dalam sel host yang dapat bereplikasi. Akhirnya metode selection atau indentification dilakukan untuk menentukan sel host mana berisi recombinant DNA Human Vektor Recombinant dapat digunakan untuk mentransfer sel-sel DNA manusia untuk terapi gen. Fungsi normal gen dan protein encoded nya harus diketahui sebelum gen dianggap sebagai target dari terapi gen.
Terapi gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru ini FDA menyetujui terapi gen sitotoksik pada tumor otak dan tumor ovarium. Tidak seperti tumor ganas, mioma uteri menimbulkan gangguan bila ukurannya besar sehingga menimbulkan penekanan pelvis, obstruksi saluran kencing, atau frekuensi buang air kecil yang menjadi lebih sering, dan buang air besar menjadi sulit, bila tumbuh di sepanjang endometrium menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen sitotoksik dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi bedah mayor. Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen sitotoksik pada sel-sel mioma yang berasal dari tikus Eker (sel ELT-3). Sel-sel ditranfer dengan encoding DNA plasmid ß-galactosidase, SV-tk transgene, atau plasmid kontrol. Ekspresi gen reporter diperiksa dengan memonitor aktifitas enzim ß-galactosidase untuk menentukan presentasi sel-sel transfected yang diharapkan mengekspresikan timidine kinase. Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada leiomyocyte manusia dan 39,8% pada sel-sel ELT-3.

2.2.8        Komplikasi
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada kehamilan dan persalinan, yaitu:
1.    Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.
2.    Kemungkinan abortus bertambah.
3.    Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus.
4.    Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
5.    Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
6.    Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.
Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga dapat berdampak pada mioma uteri, yaitu:
1.    Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
2.    Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3.    Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).



diagram pathway

Tidak ada komentar:

Posting Komentar