2.2.1
Pengertian mioma
uteri
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga
leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005).
Leiomyoma atau mioma uteri adalah tumor jinak uterus
yang berbatas tegas, disebut juga fobroid, mioma, fibroma, dan fibromioma
(Pierce, 2005).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim,
disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan
ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari
otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga
leiomioma, fibromioma, atau fibroit (Mansjoer, 2002).
2.2.2
Etiologi
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma
uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma
uteri, yaitu:
1. Teori
Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a. Mioma
uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma
ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Miomauteri
biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia
endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori
Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang
menyebabkan mioma uteri adalah:
a. Usia
penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita
menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b. Hormon
endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil
dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon
esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit
(Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan
mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada
fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2004).
c. Riwayat
Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2
(dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor)
dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri (Parker, 2007).
d. Indeks
Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini
mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh
enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi
peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma
uteri (Parker, 2007).
e. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan
dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi,
daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma
uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui
dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma
uteri (Parker, 2007).
f. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus
kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba,
2007).
g. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya
untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah
hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang
pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali ( Schorge et
al., 2008 ). Mioma uteri lebih sering
terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak
(Swine, 2009). Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering ditemui
salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat
berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir
seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang
disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil
atau melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus
(Guyton, 2001).
h. Kebiasaan
merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan
dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen
menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker,
2007).
2.2.3
Klasifikasi Mioma
Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik
uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di
uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara
lain:
1. Mioma
Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan
keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan
tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete
bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi,
ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan
sepsis karena proses di atas.
2. Mioma
Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.
3. Mioma
Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma
Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut mondering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam
mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu
saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila
mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern)
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak
karena pertumbuhan sarang mioma ini.
2.2.4
Gejala Mioma
Uteri
Keluhan yang
diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan,
jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri
menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian
multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan,
yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan
mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter,
dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%),
keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya
dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi
mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri
menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul
(Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau
benjolan di perut bagian bawah.
2.
Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami
kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan
luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi ovulasi.
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan
terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor
endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan
ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi
interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau
relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal.
3.
Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering
terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis
servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan
karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai
dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri
dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis,
menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan, 2006).
4.
Pressure Effects ( Efek Tekanan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan
pada organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa
dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung
kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan
retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan
pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri
saat defekasi.
5.
Penurunan Kesuburan dan
Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan
kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma
menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat
memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa
tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi
untuk dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).
2.2.5
Perubahan sekunder
mioma uteri
Menurut (Joedosapoetra, 2005) perubahan sekunder
mioma uteri sebagai berikut :
1.
Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri
berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.
2.
Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan
karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan
serabut otot menhilang. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.
Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3.
Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar
dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4.
Degenerasi Membatu ( Calsireus Degeneration )
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5.
Degenerasi Merah
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: Diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskulerisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi
pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada
putaran yangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.
Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang
sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya berwarna
kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan
dengan pengecatan khusus untuk lemak.
2.2.6
Diagnosis mioma
uteri
1.
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa
menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya
riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan
perdarahan kontak (Hart, 2000).
2.
Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh
satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa
massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
3.
Pemeriksaan penunjang
Menurut (Goodwin, 2009) pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis mioma
uteri diantaranya :
a. Temuan
Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit
ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan
peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoietin ginjal.
b. Imaging
Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi
transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang
paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma
uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun pembesran uterus. Histeroskopi digunakan untuk
melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma
tersebut sekaligus dapat diangkat.
c. MRI ( Magnetic
Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan
likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa
gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat
mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk
mioma.
2.2.7
Penatalaksanaan
mioma uteri
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar
dari kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada
tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
2. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin
Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen,
goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine
(Verala, 2003). Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia padasaat ini. Terapi medikamentosa
masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg
GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).
a. GnRH
analog
Penelitian
multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang diberikan
GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus
rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20%
dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.
Efek
maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan
produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai
kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang
berbeda-beda terhadap pemberian GnRHa.
Mioma
submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif
terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa
dengan GnRHa adalah:
1) Mengurangi
volume uterus dan volume mioma uteri.
2) Mengurangi
anemia akibat perdarahan.
3) Mengurangi
perdarahan pada saat operasi.
4) Tidak
diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5) Mempermudah
tindakan histerektomi vaginal.
6) Mempermudah
pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.
b. Progesteron
Goldhiezer,
melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian progesteron
dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari dan
tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi
ukuran mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.
c. Danazol
Merupakan
progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial
didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh
fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan
reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-reduktase pada
miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas
aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen.
d. Gestrinon
Merupakan
suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang terbukti
efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97
wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36)
menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima
2,5 mg gestrinon pervaginam 3x
seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume
uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok
C meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien
amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif
untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma
uteri.
e.
Tamoksifen
Merupakan
turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun antiestrogenik,
dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM).
Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari
untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume
mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total
secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar
progesteron bila diberikan berkelanjutan.
f.
Goserelin
Merupakan
suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat,
sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat
mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia
dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan
jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama
menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot
hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara
pemberian injeksi subkutan.
Untuk
pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa
keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen
tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima.
Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin
dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan medroksiprogesteron
asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume
mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi
kolesterol. Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma
trigliserid meningkat selama pemberian terapi.
g.
Antiprostaglandin
Dapat
mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini
beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi
oleh mioma uteri.
Ylikorhala
dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari untuk
terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma,
meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia
idiopatik.
3. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi
arteri uterus.
a. Miomektomi,
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt dengan
cara ekstirpasi lewat vagina.
b. Histerektomi,
adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis
uteri.
Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE),
adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter
yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis.
Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE
tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat (Swine, 2009).
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan
agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien
yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke
mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol).
Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena
tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi
dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh
darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat.23 Agen emboli yang digunakan adalah
polivinyl alkohol adalah partikel plastik dengan ukuran yang bervariasi. Katz
dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri uterina.
Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi adalah
85-90%.
4. Radiasi
dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada
beberapa kasus.
5. Terapi
inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular.
Setelah
didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat
secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan
kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang
akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus
melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis
yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
Sejumlah
molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses proliferasi sel endotel
dan menghambat angiogenesis. TGF-ß dan sekresi reseptor bFGF berada di uterus
dan menghambat proses ini. Selain itu fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin,
thrombospondin-I, platelet faktor 4, tissue inhibitor of metalloproteinase
(TIMPs 1,2 dan 3), interferon dan placentalproliferin-related protein secara
negatif mengatur angiogenesis dan dapat dieksploitasi terapi.
Agen
farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun obat-obatan yang
dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau menurunkan bentuk aktifnya,
atau berikatan dengan reseptornya, juga bermanfaat. Stimulasi angiogenesis yang
merupakan target antagonis potensial, termasuk TGF-ß, bFGF, VEGF dan PDGF.
Terapi
gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke
dalam sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat
menghasilkan meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan
ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi respon imun serta penghancuran
sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang terprogram. Bentuk gen terapi yang
paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen untuk menggantikan
produk gen yang abnormal atau hilang. Walaupun transfer gen dapat dilakukan
dilakukan dengan efikasi yang sama pada sel somatik dan sel germ, terapi
ditargetkan semata-mata pada sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara
langsung, atau perbaikan sel-sel yang mengalami kelainan.
Tekhnologi
DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk memungkinkan terapi gen.
Ketika lokasi gen yang sama dikenali, terdapat empat langkah dasar dimana
segmen DNA dikloning, digestion, ligation, transformation, dan selection.
Pada
langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan fragmen atau gen
yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah kelas enzim yang disebut restriction
endonucleases, yang memecah rentetan DNA dengan tepat. Setelah segmen DNA
yang diinginkan didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk membantu vector
recombinant, yang mana di sini berperanan enzim kelas dua yang disebut DNA
ligases. Pada akhir langkah kedua ini, “gene” yang diminati bergabung ke
dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada dua tipe vektor yang sering
digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral. Plasmid DNA mudah
tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang penting sebagai ekspresi
mamalia, termasuk promoter, enhancer sequences dan transcipt
processing signals. Vektor viral termasuk sinyal yang menjamin recombinant
viral genome bergabung dalam progeny viral particles. Langkah ketiga,
transformasi terjadi dimana vektor dipindahkan dari test tube ke dalam sel host
yang dapat bereplikasi. Akhirnya metode selection atau indentification
dilakukan untuk menentukan sel host mana berisi recombinant DNA Human
Vektor Recombinant dapat digunakan untuk mentransfer sel-sel DNA manusia untuk
terapi gen. Fungsi normal gen dan protein encoded nya harus diketahui sebelum
gen dianggap sebagai target dari terapi gen.
Terapi
gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan
tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru ini FDA menyetujui terapi gen
sitotoksik pada tumor otak dan tumor ovarium. Tidak seperti tumor ganas, mioma
uteri menimbulkan gangguan bila ukurannya besar sehingga menimbulkan penekanan
pelvis, obstruksi saluran kencing, atau frekuensi buang air kecil yang menjadi
lebih sering, dan buang air besar menjadi sulit, bila tumbuh di sepanjang
endometrium menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen sitotoksik
dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi bedah
mayor. Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen sitotoksik pada
sel-sel mioma yang berasal dari tikus Eker (sel ELT-3). Sel-sel ditranfer
dengan encoding DNA plasmid ß-galactosidase, SV-tk transgene, atau plasmid
kontrol. Ekspresi gen reporter diperiksa dengan memonitor aktifitas enzim
ß-galactosidase untuk menentukan presentasi sel-sel transfected yang
diharapkan mengekspresikan timidine kinase. Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada
leiomyocyte manusia dan 39,8% pada sel-sel ELT-3.
2.2.8
Komplikasi
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat
berdampak pada kehamilan dan persalinan, yaitu:
1. Mengurangi
kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.
2. Kemungkinan
abortus bertambah.
3. Kelainan
letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus.
4. Menghalang-halangi
lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
5. Inersia
uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding
rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
6. Mempersulit
lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.
Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga
dapat berdampak pada mioma uteri, yaitu:
1. Tumor
bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama
dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan
4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
2. Tumor
menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi
gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis,
terutama ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau
tampak seperti daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa
nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan
gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama
(sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena
sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang
dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3. Mioma
uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan
uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi
yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar